Senin, 28 November 2022
Mendorong Kemandirian Kaum Perempuan Malalui Aliansi Perempuan Indonesia Mandiri (APIR)
Dalam rangka mewujudkan misi peningkatan kesejahateraan seluruh lapisan masyarakat baik perempuan maupun laki-laki maka Yayasan Komodo Indonesia Lestari (Yakines), menyelenggarakan kegiatan Evaluasi dan Perencanaan (Evaperca) bagi Aliansi Perempuan Indonesia Mandiri (APIR) periode Februari – Desember 2022 di Labuan bajo, pada Rabu, 23 November sampai Jumad, 25 November 2022 di Centro Bajo Hotel.
Aliansi ini merupakan himpunan seluruh perempuan petani dampingan Yakines yang berasal dari seluruh desa yang tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Manggarai Barat. Aliansi ini dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan harkat dan martabat seluruh kaum perempuan terlebih bagi perempuan petani yang berada di pedesaan. Sudah bukan rahasia lagi bila kaum perempuan di pedesaan selalu identik dengan keterbatasan. Dalam keterbatasan itu, kaum perempuan petani di pedesaan seakan terus terperangkap dalam kemiskinan, keterbelakangan dan bahkan kebodohan. Melalui Aliansi ini diharapakan dapat menjadi sarana bagi kaum perempuan petani di pedesaan untuk mengembangkan dan mensukseskan pembangunan serta membantu meningkatkan kemampuan mereka dalam memecahkan masalah yang sedang mereka hadapi baik itu perorangan maupun bersama. Demikian diungkapkan oleh Ferdinannadus Mau Manu dalam kata pembuka kegiatan tersebut. “Para ibu di sini harus lebih berani maju dan tampil. Berani mengungkapkan kebenaran. Berani memulai pembangungan baik dalam rumah tangga sendiri maupun di tingkat desanya masing-masing yang berbasis pada kesetaraan antara perempuan dan laki-laki. Ini sangat membutuhkan keberaninan.” Ungkap Ferdinandus.
Lebih Lanjut Ferdinandus mengatakan bahwa aliansi ini dipandang sebagai salah satu upaya pemberdayaan yang mana keberhasilannya akan banyak ditentukan oleh kaum perempuan itu sendiri dalam mengubah sutuasi dan kondisi untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya. Aliansi ini didirikan dengan harapan agar kaum perempuan yang tergabung di dalamnya dapat mengambil inisiatif untuk memulai proses pembangunan. Inisitif yang dimaksud adalah inisiatif untuk menciptakan iklim yang memungkinkan munculnya potensi masyarakat untuk berkembang ke arah yang lebih baik. Selain itu kaum perempuan pedesaan juga diharapkan ikut serta dalam menguatkan daya dan potensi yang dimiliki oleh diri sendiri, keluarga dan suatu kelompok masyarakat.
Kegiatan yang bertemakan Mendorong kemandirian Perempuan itu difasilitasi langsung oleh Ferdinandus Mau Manu, Koordinator Progam, Yayasan Komodo Indonesia Lestari (Yakines), Labuan Bajo. Kegiatan yang berlangsung selama tiga hari berhasil memunculkan berbagai isu krusial yang sedang terjadi baik ditingkat desa maupun kecamatan yang tersebar di wilayah Kabupaten Manggarai Barat. Selain memunculkan isu krusial penghambat pembangunan, kaum perempuan petani itu juga berhasil memuculkan para aktor yang menjadi dalang dari setiap isu krusial tersebut.
Selain memunculakn isu krusial dan aktornya kaum perempuan petani itu, berhasil mengungkapkan gagasannya terkait solusi untuk mengatasi berbagai isu sosial yang dianggap menghambat pembangunan. Dari berbagai isu yang diungkapkan itu mereka juga berhasil mengungkapkan isu yang paling krusial dan yang harus segera ditindaklanjuti oleh mereka setelah kegiatan tersebut selesai. Salah satu isu krusial yang dimunculkan oleh kaum perempuan dalam kegiatan tersebut adalah masalah praktek perjudian, migrasinya kaum muda ke luar Manggarai Barat, stunting dan isu tentang praktek rentenir yang sekrang menguasai hampir seluruh kaum perempuan petani hampir di seluruh wilayah Manggarai Barat.
Untuk mengatasi berbagai isu krusial penghambat pembangunan ini, tidak bisa hanya mengandalkan kaum perempuan saja. Mereka diharapkan dapat membangun sinergisitas dan bekerja sama dengan semua pemangku kepentingan baik yang ada di desa maupun di tingkat kecamatan di wilayanya masing-masing. Demikian yang diungkapkan oleh Ferdinandus Mau Manu saat menutupi kegiatan tersebut.*
Jumat, 18 November 2022
Kisah Perempuan Pejuang Organik
oleh
Emilian Keto
Pada awal tahun 2019 silam, Yayasan Komodo Indonesia Lestari mulai menjejakan kakinya di desa Kembo. Pada tahap awal ini langsung terbentuk enam kelompok tani perempuan. Kepada anggota kelompok tani perempuan tersebut dijelaskan semua perihal program kerja Yayasan Komodo Indonesia Lestari. Salah satu program kerja yang turut diberikan penjelasan pada saat itu adalah tentang pertanian dengan pola organik.
Dalam kesaksiannya Ibu Adel mengakui, pertama kali ia menerapkan organik di lahan sawahnya sendiri, hasil panenan mereka berkurang dari biasanya. Menurunnya hasil panen di lahan sawah mereka itu lebih disebabkan karena mereka baru pertama kali menggunakan pupuk dan pestisida organik. Pada saat pestisida dan pupuk organik tersebut ditaburkan padi di lahan sawah mereka itu baru saja ditanam. Ia beranggapan bahwa ini adalah tahap penyesuaian. Meski hasil panennya berkurang namun Ibu Adel dan suami tidak putus asa. Mereka terus berjuang. Berjuang untuk mempersiapkan pestisida dan pupuk organik.
Pada musim tanam kedua Ibu Adel dan suami kembali menerapkan pola organik di lahan sawah mereka yang seluas dua ribu meter meter persegi dan terletak di persawahan Wae Mose. Berkat semangat dan kerja sama yang baik bersama sang suami, akhirnya Ibu Adel berhasil menghabiskan tiga ratus lima puluh kologram pupuk bokasi, lima puluh litar pestisida organik, lima puluh liter pupuk cair, fungisida sebanyak duapuluh lima liter, dan KCL sebanyak duapuluh lima liter.
Hasil panenan selama mereka gunakan pupuk dan pestisida kimia, hanya dapat diperoleh sepuluh karung gabah. Dari sepuluh karung gabah tersebut setelah dijadikan beras hanya terdapat lima ratus kilogram beras. Sementara hasil yang mereka dapat setelah menggukan pupuk dan pestisida organik mengalami kenaikan berat berasnya. Dengan jumlah gabah yang mereka peroleh delapan karung mereka mendapatkan beras seberat enam ratus lima belas kilogram. dari peningkatan jumalh berat bersih beras yang diperoleh ibu Adel dan suami menyimpulkan bahwa pola organik telah memberikan kualitas beras yang sangat baik. Ini yang menjadi pemicu usaha dari ibu Adelheit sehingga ia bersama suami dan kawan-kawannya terus berjuang menerapkan teknologi pertanian organik di lahan sawah mereka.
Saat ini Ibu Adel dan kawan-kawan mampu melayani pembelian dan pemesanan pupuk dan pestisida organik dengan harga yang sangat terjangkau. Hingga saat ini, ketika pengelamannya ini dibagikan jumlah pupuk dan pestisida organik masih tersedia dirumah kediamannya dan siap untuk dijual. Ia juga melayani pemesanan dalam jumlah banyak sesuai kebutuhan calon pembeli.
Ibu Adel dan suami serta kawan-kawannya masih terus bersemangat untuk mengembangkan pupuk dan pestisida orgnik dengan bantuan peralatan yang ada dan disiapkan secara swadaya. Ibu Adel mengakui bahwa ia bangga telah berhasil menerapkan praktek organik ini. Selain untuk dijual, pupuk dan pestisida organik yang mereka hasilkan tersebut lebih untuk mereka terapkan di kebun atau lahan sawah mereka masing-masing.*
Kamis, 03 November 2022
Selasa, 01 November 2022
Perempuan Pejuang Organik
Pada awal tahun 2019 silam, Yayasan Komodo Indonesia Lestari mulai menjejakan
kakinya di desa Kembo. Pada tahap awal ini langsung terbentuk enam kelompok tani
perempuan. Kepada anggota kelompok tani perempuan tersebut dijelaskan semua
perihal program kerja Yayasan Komodo Indonesia Lestari. Salah satu program kerja
yang turut diberikan penjelasan pada saat itu adalah tentang pertanian dengan
pola organik. Adelheit Nesti Leli atau yang akrabnya disapa Ibu Adel adalah
salah satu perempuan petani yang sangat antusias memberikan perhatian dan
konsentrasinya pada poin pertanian organik ini.
Ketertariaknnya pada pertanian
organik itu kemudian diwujudnyatakan dalam upayanya untuk belajar dan mencari
tahu lebih jauh tentang pertanian dengan teknologi organik. Kepada Ibu Adel dan
kawan-kawan diberikan penjelasan. Selanjutnya kepada mereka juga diberikan
pelatihan dan pendampingan secara langsung oleh pendamping lapangan dari Yayasan
Komodo Indonesia Lestari untuk desa Kembo. Tidak tangung-tanggung ibu Adel,
kemudian mengajak suami tercinta bersama sepuluh anggota kelompok lainnya untuk
sama-sama mengikuti pelatihan yang diberikan saat itu. Pertama kali pelatihan
tersebut berlangsung di kantor desa Kembo. Setelah mengikuti pelatihan bersama,
Ibu Adel dan kawan-kawannya segera melakukan praktek pembuatan pupuk dan
pestisida organik secara mandiri dan menerapkannya di lahannya masing-masing.
Dalam kesaksiannya Ibu Adel mengakui, pertama kali ia menerapkan organik di
lahan sawahnya sendiri, hasil panenan mereka berkurang dari biasanya. Menurunnya
hasil panen di lahan sawah mereka itu lebih disebabkan karena mereka baru
pertama kali menggunakan pupuk dan pestisida organik. Pada saat pestisida dan
pupuk organik tersebut ditaburkan padi di lahan sawah mereka itu baru saja
ditanam. Ia beranggapan bahwa ini adalah tahap penyesuaian. Meski hasil panennya
berkurang namun Ibu Adel dan suami tidak putus asa. Mereka terus berjuang.
Berjuang untuk mempersiapkan pestisida dan pupuk organik. Pada musim tanam kedua
Ibu Adel dan suami kembali menerapkan pola organik di lahan sawah mereka yang
seluas dua ribu meter meter persegi dan terletak di persawahan Wae Mose. Berkat
semangat dan kerja sama yang baik bersama sang suami, akhirnya Ibu Adel berhasil
menghabiskan tiga ratus lima puluh kologram pupuk bokasi, lima puluh litar
pestisida organik, lima puluh liter pupuk cair, fungisida sebanyak duapuluh lima
liter, dan KCL sebanyak duapuluh lima liter. Hasil panenan selama mereka gunakan
pupuk dan pestisida kimia, hanya dapat diperoleh sepuluh karung gabah. Dari
sepuluh karung gabah tersebut setelah dijadikan beras hanya terdapat lima ratus
kilogram beras. Sementara hasil yang mereka dapat setelah menggukan pupuk dan
pestisida organik mengalami kenaikan berat berasnya. Dengan jumlah gabah yang
mereka peroleh delapan karung mereka mendapatkan beras seberat enam ratus lima
belas kilogram. dari peningkatan jumalh berat bersih beras yang diperoleh ibu
Adel dan suami menyimpulkan bahwa pola organik telah memberikan kualitas beras
yang sangat baik. Ini yang menjadi pemicu usaha dari ibu Adelheit sehingga ia
bersama suami dan kawan-kawannya terus berjuang menerapkan teknologi pertanian
organik di lahan sawah mereka. Saat ini Ibu Adel dan kawan-kawan mampu melayani
pembelian dan pemesanan pupuk dan pestisida organik dengan harga yang sangat
terjangkau. Hingga saat ini, ketika pengelamannya ini dibagikan jumlah pupuk dan
pestisida organik masih tersedia dirumah kediamannya dan siap untuk dijual. Ia
juga melayani pemesanan dalam jumlah banyak sesuai kebutuhan calon pembeli. Ibu
Adel dan suami serta kawan-kawannya masih terus bersemangat untuk mengembangkan
pupuk dan pestisida orgnik dengan bantuan peralatan yang ada dan disiapkan
secara swadaya. Ibu Adel mengakui bahwa ia bangga telah berhasil menerapkan
praktek organik ini. Selain untuk dijual, pupuk dan pestisida organik yang
mereka hasilkan tersebut lebih untuk mereka terapkan di kebun atau lahan sawah
mereka masing-masing.*
Emiliana Keto
Pendampinga Lapangan (PL) Yakines
Langganan:
Postingan (Atom)
Muhamat Sutar, YAKINES Bawa Harapan Baru Bagi Masyarakat Desa Tiwu Nampar
Menjelang akhir Juli 2023, kami melakukan kunjungan ke desa Tiwu Nampar, seperti yang harus dilakukan di setiap desa dampingan Yakines setia...
-
Sembilanbelas tahun sudah menjajaki kakinya di tanah Manggarai Barat terhitunhg sejak tahun 2024 silam telah banyak menggoreskan kenangan s...
-
Menjelang akhir Juli 2023, kami melakukan kunjungan ke desa Tiwu Nampar, seperti yang harus dilakukan di setiap desa dampingan Yakines setia...
-
Ferdinandus Mau Manu, Koordinatror Program Yayasan Komodo Indonesia Lestari (YAKINES), Labuan Bajo kembali mengulangi apa yang selalu disamp...