Kamis, 08 Juni 2023

Mengurai Sejarah dan Kenangan Mata Air Wae Puar dan Wae Rea Di Kampung Mbuhung 2, Manggarai Barat

Masyarakat kampung Mbuhung 2, Desa Tiwu Nampar dan masyarakat Kampung Kenari, Desa Warloka Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Flores- Nusa Tenggara Timur (NTT) pantas berbangga. Bangga karena sejak awal berdirinya kampung yang kini mereka diami memiliki dua sumber mata air yang turut memberi andil bagi kelangsungan hidup sejak awal beridirinya dua kampung tersebut. Sudah Sejak awal masyarakat dari kedua kampung tersebut menggantungkan kebutuhan akan air minum bersih dan kebutuhan rumah tangga lainnya dari ke dua sumber mata air yakni mata air Wae Puar dan mata air Wae Rea. Letak kedua mata air itu persis di belakang kampung Mbuhung 2 atau hanya sejauh duaretusan meter jauhnya. Kedua mata air itu sering disebut oleh masyarakat setempat dengan sebutan wae wo’ang atau wae teku tedheng yang berarti air yang tidak pernah habis atau kurang sekalipun di musim panas. Hal ini diungkapkan oleh Philipus Ipin, Ketua RW Dusun 2 Kampung Mbuhung 2, Desa Tiwu Nampar saat melakukan kegiatan konservasi mata air dengan giat menanam anakan kayu lokal pengikat dan penyaring air di sekitar kedua sumber mata air tersebut belum lama ini.
“Sejak awal berdirinya kampung Mbuhung 2 ini, air dari kedua sumber mata air ini telah memberikan banyak menfaat untuk kami. Dari sini kami gunakan untuk air minum, mandi cuci dan kebutuhan lain. Kami sebut kedua mata air ini dengan istilah wae woang atau wae teku tedheng atau air yang tidak pernah kering sekalipun dipertengahan musim panas.” Jelas Philipus.
Hal senada diungkapkan juga oleh Lorensius Kasim, kepala dusun 2 Kampung Mbuhung. “Sampai saat ini kami masih sering datang untuk timba atau mandi dan cuci di sini, kalau air PAM macet. Air PAM kami sering macet sampai dengan satu bahkan dua minggu. Jadi selama air PAM macet itulah masyarakat dari kampung Mbuhung 2, Kampung Kenari dan Kampung Mbuhung 1 datang untuk timba air di sini.” Ungkap Lorensius. Di kesempatan yang sama Lorensius Kasim yang mewakili warga dusun 2 Kampung Mbuhung 2 itu mengungkapkan kerinduan mereka untuk dapat mendirikan bak penampung air sementara di kedua sumber mata air yang letaknya berdekatan itu. “Sudah sejak lama kami berencana untuk bangun bak penampung sementara untuk menampung air yang keluar dari kedua sumber mata airu itu. Tetapi sayangnya sampai hari ini cita-cita kami ini belum bisa kami wujudnyatakan karena mesih menghdapi kendalah keuangan.” Ungkapnya.
Terpantau, kedua mata air tersebut juga telah menjadi tempat minum ternak warga seperti sapi dan kerbau. Sementara itu keadaan mata air masih terbuka dan hanya menggunakan tumpukan material berupa batu dan tanah sebagai tanggul penahan air yang keluar dari sumbernya itu.
Kedua tokoh Kampung Mbuhung 2 ini sama-sama menaruh harapan semoga ada pihak-pihak yang bisa menolong mereka terkait pendanaan untuk mendirikan bak penamapung sementara di kedua mata air tersebut. Sementara itu kepala Desa Tiwu Nampar, Muhamad Sutar menyampaikan ucapan terimakasihnya atas usaha pihak Yayasan Komodo Indonesia Lestari yang telah menggelar giat menanam pohon di sekitar mata air yang ada di desa letaknya tidak jauh dari jalan trans Kota Labuan Bajo – Golo Mori itu. “Atas nama pribadi dan mewakili warga Desa Tiwu nampar saya berterimakasih kepada Yakines yang telah berinisiasi memberikan pendampingan kepada kami di desa ini dan berjuang untuk melakukan konservasi mata air yang ada di desa kami ini.” Terangnya.
Terkait dengan kedua sumber mata air yang ada di kampung Mbuhung 2 itu dijelaskannya bahwa sudah sejak awal berdirinya kampung Mbuhung 2 kedua mata air itu telah menjadi sumber air bagi masyarkaat di desa tersebut. Menurutnya, itulah alasan mengapa para tua adat sejak awal pembagian lahan telah memetakan lahan yang terdapat mata air itu agar tidak dimiliki oleh siapapun. “Sudah jadi kesepakatan sejak awal oleh para tua adat (tua golo) bahwa lahan yang terdapat mata air Wae Puar dan Wae Re’a itu tidak dimiliki oleh perorangan tetapi menjadi milik bersama. Dan itu sudah memiliki batas-batas wilayahnya yang jelas.” Ungkap Muhamad Sutar. Muhamad Sutar juga menaruh harapan agar kesadaran dan semangat warga Desa Tiwu Nampar tetap terus terjaga dalam menjaga dan melindungi mata air setelah mendapatkan pendampingan Yakines. “Harapnnya semangat dan kesadaran masyarkat kami dapat terus terjaga setelah diberikan pendampingan oleh Yakines. Dan keadaan mata air di desa ini juga tetap terjaga dan lestari.” Pinta Muhamad Sutar. Hadir dalam kegiatan tersebut, pendamping Yakines, Titus Anggar, para tokoh masyarkat dan segenap staff Desa Tiwu Nampar.*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Muhamat Sutar, YAKINES Bawa Harapan Baru Bagi Masyarakat Desa Tiwu Nampar

Menjelang akhir Juli 2023, kami melakukan kunjungan ke desa Tiwu Nampar, seperti yang harus dilakukan di setiap desa dampingan Yakines setia...